Dapat kerja di ranah digital, gimana caranya sih?

Eunike K
10 min readJun 18, 2019
Teman-teman di Bhinneka.com tahun 2010

Mungkin kalian bingung kenapa gue pasang foto di atas, tapi mereka adalah teman-teman di divisi IT yang seruangan sama gue di tempat pertama kali gue kenal dengan dunia digital marketing yaitu Bhinneka.com. Di sana ngerjain apa? Jadi admin media sosial buat waktu itu ngurusin Facebook-nya Bhinneka.com, rasanya bangga banget jadi orang ke-2 setelah Pauline (rekan marketing saya) yang megang salah satu e-commerce komputer besar di tahun tersebut. Dulu bentuk Facebook belum seperti sekarang. Masih bisa bikin widget, tampilan belum seperti sekarang, bahkan kalau tidak salah Facebook Ads juga belum ada deh (cmiiw). Latar belakang saya waktu itu adalah Komputer Akuntansi. Waktu itu saya nggak punya pengalaman sama sekali soal ngurusin media sosial punyanya brand. Ya gimana nggak, 2 pekerjaan sebelumnya tuh di konsultan ISO Management jadi Markom + IT Support, lalu pindah ke MAP jadi anak finance ngurusin Account Payable, coba pikir tahu dari mana soal ngurusin brand.

Tapi gue waktu itu punya keinginan besar untuk kerja di perusahaan yang semuanya online transaksinya, tokonya online (ya walaupun Bhinneka punya offline store juga, waktu itu belum menjamur kaya sekarang), pokoknya apa-apa udah by system. Lalu gue nggak mau lagi balik ke ranah keuangan dengan ngurusin uang yang bukan punya gue. Bayangin tuh waktu jadi finance di MAP, komputer gue yang bertabung itu cuma bisa akses SAP doang buat bikin jurnal. Dari pagi ampe lembur ya lihat jurnal terus, catat cost/expense, bikin giro, cairin ke bank….yawla hidup kok datar sekali. Waktu itu juga hiburan digital seperti sekarang juga nyaris nggak ada. Tapi dunia digital menarik buat gue berawal dari Facebook.

Mejeng di depan HQ Harvey Nichols yang sudah bangkrut di Indo itu

Ini mainan baru yang ternyata bisa buat jualan menurut gue. Dengan berbekal googling-googling dan baca-baca doang, gue memberanikan diri melamar ke Bhinneka.com yang waktu itu masih remaja banget dan mau serius di Facebook. Dipikirnya apa-apa gue ngerti gitu? Kagak cuy. Tapi biar gak keliatan bego, gue harus dorong diri gue untuk belajar dan cari tahu. Lewat mana? Ya lewat internet yang waktu itu masih sering pakai Yahoo. Ngulik sendiri, memanfaatkan fitur Help-nya Facebook, pokoknya cari informasi semua sendiri, karena ya mohon maap mau nanya siapa lagi malih.

Dari situ banyak temuan menarik. Gue bisa bikin widget sendiri buat Midnight Sale dibantu dikit ama anak Developer lalu eksplor banyak hal. Selain itu CEO Bhinneka, Pak Hendrik Tio itu orangnya terbuka banget akan berbagai ide baru dan menarik, gue merasa senang banget bisa tektokan langsung dengan orang tertinggi di perusahaan itu. Brainstorming langsung, ada ide apa bisa langsung eksekusi, di fase itu gue belum kenal istilah startup tapi kulturnya startup banget. Banyak belajar dari sana, ya seperti biasa orang kaya gue emang nggak pernah puas. Gue nemu serunya digital dan kok kayaknya kalau cuma di sini yo nggak berkembang. Akhirnya gue pindah ke detik.com.

Gila! Siapa sih yang nggak tahu detik di era awal 2011. Bagaikan di atas angin bosque! Gimana bisa masuk sana? Nggak tau mungkin gue beruntung, mungkin juga portfolio yang gue bangun menarik, ya secara dari Bhinneka.com, belum ada saingan besarnya mah kaya sekarang. Pas interview juga cas cis cus bisa ngerti dan ketahuilah bahwa itu kedua kali gue ngelamar, awalnya gue malah ngelamar di posisi Sales, thank God ga keterima hahahhaha.

Bersama teman-teman Wolipop

Pas masuk detik ini gue jadi marcom, produknya digital semua kan. Eh, buset dari situ dapet ilmunya BEJIBUN. Gokil orang-orang di ranah digital yang sekarang udah jadi GEDE rata-rata berasal dari sana, tujuan gue memang selalu dari awal adalah belajar, belajar dan belajar. Gue agak nggak peduli gaji orangnya hahahah bahkan benefit perusahaan suka lupa. Waktu itu gue berpikiran panjang bahwa perusahaan bagus dan network bagus sama pembelajaran adalah modal gue untuk terus terbang bisa kerja di perusahaan yang kece. Perusahaan kece gak akan mau terima ulat, pasti maunya kupu-kupu. Waktu itu juga media sosial nggka kaya sekarang sih, jarang banget bandingin hidup ama orang lain. Jarang kepengaruh buang uang untuk ini itu, intinya belajar aja terus. Gue suka banget nyerap ilmu dari orang lain, mungkin hobi ini yang sampai sekarang membuat gue selalu merasa gue gada hebat-hebatnya kok, masih ada langit di atas langit.

Intinya apa kata senior gue ikutin aja, nggak pernah takut nanya, nggak pernah malas nanya. Prinsip gue saat melakukan sesuatu adalah kasih yang terbaik karena kita juga pasti mau yang terbaik dong untuk diri kita, kenapa nggak lakukan hal sebaliknya. Dan sekali lagi, sikap untuk selalu penasaran dan kepo itu harus dan pertanyakan segala sesuatu. Salah satu problem orang Indonesia adalah takut bertanya karena takut dianggap bodoh. Untuk gue, ya nanya selama ga keterlaluan dan ga bego-bego amat ya harus, gue punya banyak rasa penasaran yang harus terjawab.

Bersama rekan-rekan di Dentsu yang kece

Dari detik.com, si perempuan yang nggak pernah merasa puas ini (maklum taurus), merasa harus naik kelas. Waktu itu sedang trend jadi anak advertising agency untuk digital. Gue pikir, wah another batu loncatan nih karena ngerjain project client yang beragam, ga satu doang dan dunianya lebih luas. Thank God gue join di Dentsu Digital (D3) dengan bos yang awesome banget dan rekan kerja yang gila kerennya. Di Dentsu ini gue mendalami banyak hal tentang media sosial. Belajarnya ga cuma di divisi gue, tapi ke divisi lain. Bayangin, kalo masih di detik, mungkin gue gak akan handle lansgung media sosialnya brand-brand kece, bahkan ada satu brand yang dapat penghargaan karena sosmednya dihandle agency tempat gue kerja ini. Mana client-clientnya juga baiknya minta ampun dan teman-teman AE gue adalah AE terbaik sepanjang abad. Gue sampai kapanpun akan menjadikan mereka sebagai standar AE pintar sepanjang masa. Bukan cuma AE yang tukang forward aja dan bukan bekerja as a consultant gitu, kan suka banyak yang seenak jidat gitu main lempat ke tim creative hahaha.

Nah, di tengah-tengah pekerjaan, gue senang banget yang namanya beredar datang ke meetup-meetup. Dari sini kenal banyak orang dan suka ikut kelas workshop gratis. Nemunya di mana, ya nyari aja, ingat gaes, di mana ada niat, di situ ada jalan, makanya gue selalu bilang bahwa di dunia ini nggak ada orang bego, adanya orang malas. Singkat kata nih lu laper, piring udah radius 1 meter depan lo, tapi lo malas gerak, ya lu ampe mati aja di sana, siapa yang bego coba :)))

Dengan hadir ke banyak acara diskusi media sosial, join ke grup-grup FB, gue banyak ketemu orang yang sampai sekarang masih main bareng di digital. Dari situ network luas dan dari situ gue sadar bahwa upgrade skill, network, kemampuan komunikasi adalah modal untuk bertahan di dunia digital yang dalam 5 menit bisa berubah.

Bersama salah satu intern favoritku, Elisa di Google

Rejeki emang nggak ke mana, tahun 2014, melalui seorang rekan yang memang ketemu karena networking, gue berhasil kerja di salah satu tempat kerja idaman yaitu Google. Walau hanya berstatus kontrak, ya di sini ini gue belajar tentang etos kerja, kerja di lingkungan global, memperluas network, banyak skill baru. Tapi jangan pikir enak ya kerja di Google, dengan kapasitas gue yang cetek banget, waktu itu sempet minder karena kok gue gada hebat-hebatnya. Dari situ terpaksa harus belajar lagi, cari tahu. Wah, di sana orangnya mandiri semua, semua by system, istilahnya prinsip gue di sana waktu itu kalo bego jangan diliatin banget dan jangan clueless. Dorongan untuk survive tersebut yang membuat gue mengerti mengapa walaupun Google buka lowongan banyak, tapi ketaker yang masuk sana kaya apa. Dan kalau gue bandingkan dengan masyarakat pada umumnya yang nggak kompetitif dan kurang berusaha, ya cuma impian aja masuk sini. Bukan songong apa gimana ya, tapi sikap kompetitif itu yang bikin gue selalu harus bisa survive dalam hidup. Nggak boleh mentok, selalu harus belok dan cari cara lain.

Ini sih kalau dipanjangin bakal jadi cerita hidup ya. Paling nggak yang mau gue share, kalau kalian minat kerja di perusahaan digital kaya startup-startup sekarang or intinya megang yang berhubungan ama digital entah itu media sosial atau media buying atau jadi Markom or PR perusahaan yang fokus bisnisnya semua digital, ini ada beberapa tips:

  1. Gimana biar dilirik atau minimal dipanggil interview? Pengalaman..pengalaman..pengalaman. Apalagi era sekarang. kalau dulu mah gue enak belum banyak perusahaannya, sekarang mah persaingan makin gila. Teknologi memudahkan hidup lo cari pengalaman non kantoran yang banyak, bikin project portfolio sederhana misalnya ngurusin sosmed OL shop, atau jadi admin medsos acara kampus atau ya start from scratch deh jadi admin medsos.
  2. Ilmu digital sekarang itu teorinya bisa dicari. Tapi kalo soal eksekusi, harus cari tahu sama yang pengalaman, sempatkan ngobrol, serap ilmunya tapi jangan diterapkan mentah-mentah, selalu ada penyesuaian di setiap tempat kerja.
  3. Common sense lo kudu jalan plis. Intinya banyak hal-hal logis yang lu tuh udah tau seharusnya tahu tanpa dibilangin.
  4. Riset..riset..riset….cari tahu segala sesuatu tentang perusahaan itu. Sukur-sukur kalo perusahaannya emang eksis di media sosial untuk infoin kultur korporatnya, bisa lebih tahu lagi.
  5. Cara tergampang hahahah deketin temen lo yang kerja di perusahaan itu, kulik dikit lah infonya, terus kalau emang nggak sesuai ya tinggalin, cari yang lain. Kalau memang cocok, ya coba aja rekomendasiin diri sendiri. Di beberapa perusahaan startup, kalau bisa merekomendasikan dan masuk, ada bayaran buat yang rekomen loh, jadi untung juga buat temen lo hehe. Tapi ya inget ya, skill dan pengalaman.
  6. Gimana caranya bersaing dengan mereka yang lulusan luar, yang katanya lebih mudah diterima di perusahaan startup kekinian? Kenali market Indonesia dengan baik sampai menohok. Kadang nih, bukannya ngejudge ya, lulusan luar memang dibutuhkan karena mungkin kultur mereka sebelumnya efektif dan efisien, beda banget kaya orang indonesia yang banyak basa-basi, kadang mau result oriented tapi ada yang menghalangi. Kekuatan lo bisa di pengenalan market sini mau apa sih, kearifan lokal di sini kaya apa sih, tapi jangan bullshit, tahu datanya or risetnya, semoga sih bisa kasih nilai lebih.
  7. Perusahaan digital atau spesifiknya startup kekinian punya metode recruitment yang kece badai. Biasanya mereka tuh interview aja gak buang waktu makanya bisa cuma via Skype or Hangout. Kenali tuh itu binatang apaan, jangan gaptek. Interview biasa di sana. Cek cek dulu koneksi, terus audio. Paling kesel nih kalo kalian nggak ngerti caranya terus buang-buang waktu recruiter. Kalau di sini aja udah fail, ya wasalam. Terus ada test online juga yang harus diikuti, pastikan kalo itu kirim karya, kirimnya sebelum deadline jangan pas-pasan dan kudu all out, saingan lo banyak.
  8. Ini yang mati-matian suka gue ulang, upgrade skill. Kenali segala jargon digital yang suka dipakai orang-orang digital. Kadang hal itu ngeselin sih, tapi ya coba ikuti arusnya.
  9. Kalo kamu bidangnya IT dan mau jadi developer or apapun di bidang tech, nah ini kudu bersaingnya lumayan sih, startup gitu nerimanya yang best of the best banget atau ya nggak fresh fresh amat. Punya project akan lebih bagus.
  10. Kalau bidangnya digital marketing dan ada di tim yang ngurusin performance campaign perusahaan, nih dia yang mesti bersahabat ama banyak tools. Banyak lah, kalo gue sampaikan di sini juga bejibun. Ini belajarnya gimana? Minimal Google Analytics deh, itu ya harus minimal kalian punya blog dan trial sendiri. Gimana caranya ya googling lah gaes, plis deh.
  11. Pantau berbagai trend dan isu yang beredar di internet. Paling nggak lo tau trend kekinian apa, kalau bisa yang sesuai dengan si perusahaan, yang nggak sesuai juga kudu tau. Singkatnya sih tau ke mana arah angin bertiup, jadi lo bisa selalu menyesuaikan diri. Contoh nih, lo masuk traveloka, terus jadi orang digital marketing yang megang PR, lo diminta bikin komunikasi untuk handle isu Air Asia kenapa hilang. Beginian mesti banget mantau percakapan netizen, mesti tahu media mana yang bisa dipakai untuk komunikasi, pakai feeling iya, pakai yang terukur banget juga iya, banyakan sih hal-hal non teknis yang dipelajari lewat pengalaman.
  12. Circle digital itu nggak gede, orangnya kadang ya lu lagi lu lagi. Kenapa bisa lihat orang ini ada 3 tempat berbeda dalam setahun karena ya gitu, geraknya cepet, perusahaan digital cari yang siap gerak jalan karena mereka maunya banyak dan mau apa-apa cepet, kalo bisa deadline kemarin. Cari tau deh orang-orang ini via Linkedin mereka, mereka pernah di mana aja, mungkin itu bisa ngebantu referensi kalian buat nyari perusahaan digital dan simak pemikirannya, apa yang dia share (kalo kebetulan suka share).
  13. Gimana kalau tinggal di luar kota besar dan mau jadi pekerja digital? Jadilah freelancer dulu, bikin karya. Gimana karya biar ditengok? Man, that’s why ada yang namanya media sosial. Kalo untuk teman-teman di Tech ya bisa gabung forum-forum yang banyak buka kerjaan freelance, wong kantor pusat di US aja tapi cari pekerja di Indo banyak. Tabung deh tuh portfolio dan jaga nama baik serta upgrade skill. Kalo nanti ada yang ngelirik dari Jakarta udah mayan siap. Kalo mau lanjut jadi freelancer silakan, kalo butuh ekonomi yang stabil ya sok gabung di perusahaan.
  14. Turunkan ekspektasi. Kebanyakan ngira tuh kerja di perusahaan digital selalu akan kaya teman-teman yang kerja di GO-JEK or yang suka bikin kempen karyawan. Lalu mikir gaji bakal tinggi banget. Tunggu dulu jendral, lagi-lagi tidak bosan gue infokan bahwa ada harga ada rupa, sama kaya kamu, kamu dihargai tinggi kalo kamu ya ‘seseorang’, bukan karena lo orang penting, tapi lo punya sesuatu yang punya nilai tinggi untuk memajukan perusahaan. Kalo udah punya itu, attitude yang baik, network bagus, baru berani dah lu naikin ekspektasi (orang-orang gini sih nggak ngelamar lagi, tapi di-hijack haha). Kalo belum pernah nyentuh ranah digital, tekankan ke diri sendiri “saya di sini newbie dan butuh penjajakan, salary yang penting sesuai dan cukup dulu, jadiin batu loncatan dulu”
  15. Soal salary, jangan sok minta tinggi kalo point 14 belum terpenuhi. Semacam ingin bilang “Eh, maap lo sape. Perusahaan digital sih digital tapi mon maap ada batas nih bos” Gue dari dulu merasa bahwa ilmu yang gue kumpulin lebih besar nilainya dari salary. Beberapa tahun kemudian gue baru merasakan manfaatnya dengan lebih mentingin ilmu. Tahan di gaya hidup bos, sabar, kalo mau instan banyak cara sih, tapi kebetulan gue nggak mau encourage hal tersebut

Nah, kira-kira itu deh yang bisa gue share berdasarkan pengalaman pribadi aja. Ini jangan dijadiin pakem atau standard karena ya nasih orang beda-beda. Yang works well di gue belum tentu di elo juga jalan. Kalo gue bilang gue orangnya ambisius dan ngototan dan elo ternyata selambat siput dan menurut lo ya leyeh-leyeh dulu, ya kita udah beda jalan nih jendral! Ini silakan dipakai buat referensi dan motivasi aja, jangan telen mentah-mentah nanti keselek.

Mau share or diskusi? Silakan bisa di Twitter gue di @euniceapril or bahas di DM Instagram gue @tarinaminusta. Maksudnya biar gue bisa share ke yang lain dan jadi pembelajaran kita bersama ye.

--

--

Eunike K

A lifelong learner by nature | Twitter: euniceapril/Instagram: @tarinaminusta