Menulis sebagai tindakan terbaik ketika overthinking

Eunike K
3 min readAug 1, 2023

--

Photo by Sinitta Leunen on Unsplash

Orang lagi overthinking kok disuruh nulis? Bukannya malah makin menguras tenaga biar otak semakin jalan.

Menurut saya justru dari namanya saja sudah overthinking, berarti kelebihan beban pikiran. Terus ketika sedang berlebihan, berarti harus dikurangi dong. Caranya dengan menyalurkan pikiran atau emosi yang bikin banyak pikiran itu ke tempat lain. Beberapa orang senang menyalurkan “bebannya” walau untuk sementara ke berbagai kegiatan fisik seperti olahrga. Ada juga yang menyalurkannya ke hobi-hobi tertentu yang membuat hormon kebahagiaan meningkat sehingga rasa cemas dan pikiran berlebihan bisa lepas, entah efeknya sementara, jangka panjang atau hilang sama sekali. Tapi ya bukan masalahnya yang hilang sih, kadang menyalurkan beban pikiran ke berbagai kegiatan bisa jadi kita mendapatkan satu hal baru untuk membantu kita menyelesaikan satu masalah.

Untuk saya pribadi, overthinking bisa disalurkan ke hobi-hobi saya yang kebetulan berhubungan dengan alam. Mulai dari naik gunung, trekking ke air terjun, scubadiving dan banyak lagi. Tapi kadang dibandingkan kegiatan yang menguras tenaga dan tentunya uang, menulis juga membawa kedamaian tersendiri bagi saya. Terlebih lagi, apa yang keluar dari pikiran kita bisa begitu mudah dibagikan untuk orang lain. Nggak tahu juga kan dalam keadaan ini bisa jadi ada yang bisa relate dengan keadaan saya dan justru menemukan jalan keluar setelah membaca tulisan ini. Kalau kata anak Tiktok sekarang “I don’t know who have to hear this, but i just wanna share this”

Yang menarik dari menulis (atau dalam konteks saat ini ya mengetik di dalam sebuah blog atau website), kita bisa berbicara panjang lebar tanpa harus ada orang lain yang face to face mendegarkan kita. Isi pikiran mengalir begitu saja kadang tanpa kendali, walaupun akhirnya ada beberapa hal yang harus kita saring lagi isinya dan bahasanya karena mungkin ada yang nggak bisa secara gamblang kita jelaskan di khalayak umum. Tapi ya untuk hal yang ini, sejatinya kembali lagi kepada sang penulis, mau jujur dan terbuka atau menahan-nahan emosi.

Tidak hanya itu, selain menulis membuat kita bisa berbicara tanpa perlu lawan bicara, di kemudian hari saat membaca lagi tulisan ini, mungkin kita hanya akan tertawa dan senyum sendiri, mengingat kita pernah melewati masa senang atau sedih dan semua terekam dalam dunia digital yang entah bisa hilang kapan saja. Dari overthinking, suatu hari mungkin tulisan ini menjadi penuntun hidup orang atau menjadi motivasi untuk orang lain agar tetap kuat.

Ada perasaan lega dan plong ketika tulisan selesai. Memang nggak semua orang akan paham maksud tulisan kita. Yah, apalagi saya. Mantan jurnalis juga bukan walau lama kerja di media, penulis kawakan yang sudah punya karya cetak boro-boro, hanya senang berkata lugas dan ceplos saja sampai kehabisan kata-kata dan secara tak sadar, satu bongkahan batu besar overthinking itu perlahan terkikis dan menipis.

Cobalah mulai menulis. Jika malu dan takut berkata-kata di ranah publik mulailah dengan buku tulis pribadi yang bisa kamu bawa ke manapun. Istilah kerennya, journaling. Tuliskan keluh kesah, buah pikirana atau ide, mimpi, khayalan yang mungkin tak masuk akal untuk orang lain. Tanpa sadar kamu sedang membuat catatan tentang dirimu. Mungkin nanti kita bisa berbagi isi catatan itu saat kita sama-sama sudah bukan lagi menjadi manusia yang disiksa oleh beban pikiran.

Selamat menulis!

--

--

Eunike K

A lifelong learner by nature | Twitter: euniceapril/Instagram: @tarinaminusta